"Merayap sambil beringsut maju" TNI Bergerilya, Belanda Dibuat Kerepotan |
Sejak aksi berani Slamet Riyadi menyerbu gudang senjata milik tentara Jepang mengemuka, namanya semaki dikenal rakyat Solo. Berkat keberaniannya, dia diberi pangkat Mayor serta dipercaya untuk memimpin satu batalyon yang berisi 800 personel.
Meski banyak anak buahnya yang usianya lebih tua, namun mereka tetap menghormati Slamet Riyadi sebagai komandannya. Mereka pun senantiasa mematuhi perintah-perintah komando yang diberikan, dan melaksanakannya tanpa pamrih.
Tiga tahun berikutnya, Slamet Riyadi telah menyandang pangkat sebagai Letnan Kolonel. Dia juga memimpin Brigade V dan bertanggung jawab atas keamanan Solo dan sekitarnya.
Selang beberapa bulan, Belanda langsung menggelar aksi polisionil atau Operatie Kraai (Gagak). Pasukan londo ini bertugas menguasai Yogyakarta dan Solo. Dwitunggal Soekarno-Hatta telah ditangkap dan diasingkan bersama sejumlah pejabat republik lainnya.
Atas perintah Panglima Besar Jenderal Soedirman, TNI diminta bergerilya melawan pasukan pendudukan. Tak terkecuali Slamet Riyadi dan pasukannya, mereka masuk ke hutan dan berkali-kali membuat Belanda kerepotan.
Di antara aksinya, terdapat sebuah kisah di mana dia dan pasukannya dikira tentara KNIL yang sendang menyerbu pusat komando. Begini ceritanya?
Seperti biasa, Slamet dan pasukannya terus bergerak secara mobile demi menghindari sergapan Belanda. Apalagi, dia menjadi pemimpin yang paling dicari. Suatu ketika, dia berinisiatif menemui Gubernur Militer Kolonel Gatot Subroto.
Saat itu, Gatot Subroto sedang berada di Desa Balong. Kecamatan Jenawi, Karanganyar, Solo. Sebelum menemui atasannya itu, Slamet telah memerintahkan anak buahnya untuk waspada dan tetap berposisi siap tempur.
Setibanya di desa tersebut, Slamet geleng-geleng kepala. Tak ada satu pun orang yang dapat ditemui. Desa yang harusnya nampak ramai malah kosong melompong, tapi dia menemukan ada sejumlah makanan yang nampak buru-buru ditinggalkan begitu saja.
"Kami segera diperintahkan maju mengambil peran tempur, merayap sambil beringsut maju, karena Balong, desa tujuan kami tiba-tiba berubah jadi sepi tanpa tampak penghuninya sama sekali. Masa desa kok bisa suwung macam ini di siang hari, kan enggak masuk akal. Ke mana saja mereka?" keluh Sersan Soemadji, dalam buku 'Ign Slamet Riyadi: Dari Mengusir Kempeitai Sampai Menumpas RMS', karya Julius Pour terbitan Gramedia tahun 2008.
Di sela-sela kebingungan, muncul gerombolan pasukan dari balik hutan. Mereka tiba-tiba tertawa riuh melihat Slamet Riyadi dan pasukannya. Pasukan Gatot Subroto ternyata sudah membidik anak buah Slamet.
Sambil tertawa, mereka lantas mengumpat, "Londo opo? Lah, wong genah Pak Met karo pasukane (Belanda apanya? Kan sudah jelas Pak Met bersama pasukannya)."
Mereka lantas saling berpelukan dan segera menuju persembunyian Gatot Subroto. Mengetahui kesalahan, jenderal eksentrik ini langsung mengumpat pasukannya dengan nada menyindir.
"Kalian monyet semua. Masa orang tua diajak pergi dengan buru-buru, katanya Belanda mau nyerbu. Lah endi Londone? (Lah, mana Belandanya)," teriaknya.
Kesalahan ini tak lepas dari pakaian yang dikenakan pasukan Slamet Riyadi. Anak buahnya memang mengenakan seragam KNIL yang tak lain pasukan Belanda. Seragam tersebut didapatkan dari hasil rampasan perang selama pertempuran gerilya berlangsung.
Sumber: merdeka.com
Comments
Post a Comment